Dunia pendidikan kembali bergejolak, UU BHP yang disahkan oleh DPR tanggal 17 Desember yang lalu menuai kontrofersi masyarakat. Apa dan bagaimana UU BHP itu? mengapa UU itu menuai kontrofersi?
UU BHP merupakan produk turunan dari UU Sisdiknas tahun 2003 terutama pasal 53 ayat 1 yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa Semua penyelenggara pendidikan dan atau satuan pendidikan formal, baik yang didirikan pemerintah maupun masyarakat, harus berbentuk badan hukum pendidikan. Sehingga secara tidak langsung, pengesahan UU BHP ini merupakan dasar bagi UGM yang telah bergelar PT BHMN untuk memperoleh status hukum yang sangat kuat.
Enny Nurbaningsih, S.H, M.Hum selaku Kepala Kantor Hukum dan Tatalaksana UGM memandang bahwa UU BHP merupakan salah satu bentuk kerangka besar dalam melakukan penataan organisasi pendidikan dalam waktu yang panjang. Dapat diartikan bahwa UU BHP merupakan salah satu bentuk proses evolusi dalam dunia pendidikan Indonesia. Akan tetapi pertanyaannya sekarang adalah, apakah evolusi itu bergerak ke arah positif atau malah sebaliknya?.
Beberapa kalangan yang tidak setuju dengan disahkannya UU tersebut menilai bahwa UU BHP ini melenceng dari UU sebelumnya. Melencengnya UU ini dirasakan Suwignyo dalam pasal 14 ayat 4. Pasal ini mengatur dengan jelas biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh pemerintah maupun masyarakat, padahal dalam PP no 48 tahun 2008 jelas dikatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pendidikan bersifat tidak mengikat atau dengan kata lain sukarela.
Pertentangan antara 2 peraturan yang sama - sama dikeluarkan pemerintah ini menjadi sebuah tanda tanya yang besar. Apakah pada saat disahkan UU BHP sudah mengalami tinjauan dan uji yang memang benar - benar mendalam dan menyeluruh? ataukah pengesahan ini hanya memenuhi kepentingan tertentu saja?
Suwignyo kembali menilai bahwa UU BHP memiliki nuansa komoditas yang sangat kental. Hal ini banyak diamini oleh pihak yang kontra akan UU ini. Bila ditinjau kembali UU ini memiliki peraturan - peraturan yang sangat mudah untuk diselewengkan oleh pihak - pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sudah menjadi rahasia umum kalau pendidikan yang baik memang membutuhkan dana yang tidak sedikit, tapi apakah biaya yang mahal ini harus ditanggung oleh peserta didik?. Tidak adalah jawaban pasti dari pertanyaan ini. Tapi, UU BHP yang baru disahkan bisa menjadi kekuatan hukum untuk membuat penyelenggara pendidikan meraup yang besar. Dimisalkan biaya pendidikan untuk 1 orang anak adalah 50 juta, maka orang tua harus menanggung biaya sepertiga dari 50 juta, yaitu16,6 Juta Rupiah, uang yang juga terbilang tidak sedikit. Dapat dibayangkan bagaimana jika dana pendidikan yang diperlukan lebih dari angka diatas.
Kenyataan ini belum cukup bagi pemerntah untuk meninjau kembali UU ini. Pemerintah beranggapan UU ini masih sangat berpihak dengan kaum papa. Quota 20 % disedikan bagi kaum kurang mampu yang berpotensi disetiap sekolah dianggap pemerintah mampu mengatasi masalah bagi golongan bawah. Namun kesempatan itu hanya dimiliki oleh orang - orang dengan kondisi KURANG MAMPU TAPI BERPOTENSI. Sudahkan pemerintah memikirkan nasib ORANG - ORANG TIDAK MAMPU dan TIDAK BERPOTENSI? Secara sadar atau tidak, UU ini telah menjebak orang yang tidak mampu dan tidak berpotensi untuk selalu berkubang dalam lingkaran kemiskinan.
Fakta - fakta tersebut dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk menentukan apakah UU ini sudah bergerak ke arah yang benar? apakah otonomi yang diberikan kepada lemaga - lembaga pendidikan bukan malah bergerak menuju liberalisasi pendidikan?
Sebuah akhir kontrofersi
Kontrofersi terus bergulir, belum ada kejelasan yang pasti bagaimana kelanjutan dari UU BHP ini. Pencabutan UU ini tidaklah semudah telapak tangan. Heri Akhmadi selaku wakil ketua komisi X DPR RI mengatakan bahwa bila UU dinilai kurang sesuai maka dapat dilakukan uji materi (judicial review) oleh Mahkamah Konstitusi, namun harus dengan prosedur yang sesuai. Namun pencabutan UU ini sendiri bukanlah jawaban yang baik untuk menyelesaikan masalah pendidikan bangsa ini.
Semua pihak baik yang pro maupun yang kontra akan UU BHP ini pada dasarnya sama - sama mengharapkan UU ini bisa menjadi tonggak untuk perbaikan kualitas pendidikan di negri tercinta ini. Bagaikan sebuah pedang, UU BHP bisa bermanfaat atau tidak, bergantung bagaimana implementasinya di lapangan.
Undang - Undang bukanlah hal yang baku, pasti atau mutlak. Amandemen, pencabutan, perubahan, masih dapat dilakukan dalam sebuah UU. Semua tindakan yang diambil sebaiknya berlandaskan kepada cita - cita dan tujuan yang sama yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
1.06.2009
UU BHP Dalam kacamataku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar